Rabu, 27 Juli 2016

MAKALAH Bagian-bagian Epistemologi


 

KATA PENGANTAR


Segala puji dan syukur bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam, atas segala Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga kami selaku penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul Bagian-bagian Epistemologi. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah limpah kepada Nabi Muhammad SAW. beserta keluarganya dan para sahabatnya serta pengikutnya sampai akhir zaman.
Makalah tentang Bagian-bagian Epistemologi ini, dimaksudkan untuk menjadi salah satu bahan bacaan dan memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Pengantar Filsafat.
Dalam penulisan makalah ini penyusun menyadari masih jauh dari kata sempurna. Atas segala kekurangan dan kesalahan, kiranya para pembaca berkenan untuk menyampaikan saran dan kritik. Terima kasih.



DAFTAR ISI




KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
A. LOGIKA
B. PENGETAHUA
C. ILMU
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA


 


PENDAHULUAN

Dalam Filsafat Ilmu terdapat tiga landasan ilmu yakni Ontologi, Epistemologi, Aksiologi. Ketiga landasan ilmu tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Pasalnya banyak hal yang masih menjadi kerau-raguan di diri seseorang. Sehingga orang mulai bertanya-tanya dan mengharapkan jawaban yang benar. Tapi bagimankah cara mengetahui jawaban yang benar itu?

Berbagai cara telah dilakukan pada masa yunani kuno dalam rangka memperoleh ilmu dan kebenarannya. Mulai dari perenungan, pengalaman, eksperimen dan sebagainya.semua itu dilakukan hanya untuk mencari kepuasan terhadap gejala yang tampak. Sehingga pada akhirnya Filsafat berhasil mebawa peradaban manusia pada kemajuan.

Pada epistemologi lebih memfokuskan pada permasalahan cara mendapatkan ilmu. Sedangkan pada hakekat ilmu dan kegunaanya masuk dalam landasan Ontologi dan aksiologi. Oleh sebab itu makalah ini berusaha untuk menjabarkan secara rinci tetntang Epistemologi.

Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan secara rinci Bagian-bagian Epistemologi. Sebab Epitemologi tidak kalah pentingnya dengan kedua landasan lainnya. Sehingga diharapkan setiap orang bisa menghilangkan keragu-raguan dalam menjawab suatu fenomena.



PEMBAHASAN
Epistemologi mempunyai 3 bagian yaitu :
A. LOGIKA





Logika merupakan sub-bagian dalam studi Epistemologi. Dalam mempelajari Epistemologi tidak boleh mengabaikan logika, karena dasar pertanyaan dari Epistemologi ialah “bagaimana”. Logika disini berperan dalam menjawab sebuah gejala secara rasio atau nalar dengan membuat formalisasi. Contohnya.

Hukum logika merupakan dasar teori yang sudah diketahui selama ribuan tahun. Bila implikasi B (disebut consequens juga) dari hipotesis B (disebut antecendens juga) maka belum tentu bahwa A (yang lebih umum dari pada B) itu benar, tetapi bila hanya satu kali saja implikasi A tidak terjadi, maka A telah dibuktikan salah.

Menurut Karl Raimund Popper, semua hukum itu alam, malahan segala teori ilmu alam pun, tidak pernah dapat mencapai lain kedudukan dari hipotesis, yaitu percobaan saja dan selama usaha agar hipotesis-hipotesis yang bersangkutan dibuktikan salah dapat terjadi, selama itu pula ilmu alam berkembang dan disempurnakan.Popper berpendapat demikian karena, suatu hipotesis bila terbukti salah, maka harus ditinggalkan dan diganti dengan hipotesis yang baru. Kedua jika salah satu usur hipotesis ternyata dibuktikan salah, maka unsur tersebut ditinggalkan dengan mempertahankan inti hipotesis untuk disempurnakan. Terakhir sebuah hipotesis masih bertahan sebelum dapat dibuktikan salah.

B. PENGETAHUAN

Banyak pihak yang menyatakan bahwa hanya jenis pengetahuan tertentu yang benar-benar layak disebut pengetahuan. Hal yang demikian dilakukan Bertrand Russel ketika mengkhususkan kata ini hanya untuk pengetahuan sains, sedangkan yang lain dianggap mendekati ilmiah.

Meskipun pernyataan Russel ini terdengar masuk akal, namun bertentangan dengan maksud Epistemologis, sebab Russel mengambil keputusan dengan meyakini keunggulan sains diatas pengetahuan yang lain. Sebaliknya, filsafat pengetahuan adalah keterbukan macam-macam makna “pengetahuan”. Membuka setiap kemungkinan serta setiap cara-cara memperoleh pengetahuan disebut “pengetahuan”.

Setidaknya segala peradaban di dunia ini ada karena pengetahuan, baik itu pengetahuan tentang alam, atau pun perenungan. Para filsuf terdahulu megawali filsafat melalui perenungan untuk mencari hakikat kebenaran, di masa itu kebenaran masih bersifat relatif (individu). Banyak cara dalam memperoleh pengetahuan, baik dengan pemikiran Rasionalisme, Empirisme, Strukturalisme, dan lain-lain. Selain bentuk pemikiran, terdapat pula pola dalam menjelaskan hasil berpikir sesuai gejala yang timbul.

  1. Kebenaran Pengetahuan
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang kebenaran (Surajiyo, 2005) antara lain sebagai berikut :
  1. The correspondence theory of truth (Teori Kebenaran Saling Berkesesuian). Berdasarkan teori pengetahuan Aristoteles yang menyatakan bahwa kebenaran itu berupa kesesuaian antara arti yang dimaksud dengan faktanya.
  2. The Semantic Theory of Truth (Teori Kebenaran berdasarkan Arti). Berdasarkan Teori Kebenaran Semantiknya Bertrand Russell, bahwa kebenaran (proposisi) itu ditinjau dari segi arti atau maknanya.
  3. The consistence theory of truth (Teori Kebenaran berdasarkan Konsisten). Menurut teori ini, suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
  4. The pragmatic theory of truth (Teori Kebenaran berdasarkan Pragmatik). Yang dimaksud dengan teori ini ialah bahwa benar tidaknya sesuatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata tergantung kepada faedahnya bagi manusia dalam kehidupannya.
  5. The Coherence Theory of Truth(Teori Kebenaran berdasarkan Koheren) Berdasarkan teori Koherennya Kattsoff (1986) dalam bukunya Element of Philosophy, bahwa suatu proposisi itu benar, apabila berhubungan dengan ide-ide dari proposisi terdahulu yang benar.
  6. The Logical Superfluity of Truth (Teori Kebenaran Logis yang berlebihan). Berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Ayer, bahwa problema kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan berakibatkan suatu pemborosan, karena pada dasarnya apa yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logis yang sama dan masing-masing saling melingkupi.
  7. Teori Skeptivisme, suatu kebenaran dicari ilmiah dan tidak ada kebenaran yang lengkap.
  8. Teori Kebenaran Nondeskripsi. Teori yang dikembangkan oleh penganut filsafat fungsionalisme, yang menyatakan bahwa suatu pernyataan mempunyai nilai benar tergantung pada peran dan fungsi dari pada pernyataan itu.

Kebenaran dapat dibuktikan secara : Radikal (Individu), Rasional (Obyektif), Sistematik (Ilmiah), dan Semesta (Universal). Andi Hakim Nasution dalam bukunya Pengantar ke Filsafat Sains, bahwa kebenaran mempunyai tiga tingkatan, yaitu haq al-yaqin, ‘ain al-yaqin, dan ‘ilm al-yaqin. Adapun kebenaran menurut Anshari mempunyai empat tingkatan, yaitu:
1) Kebenaran wahyu,
2) Kebenaran spekulatif filsafat,
3) Kebenaran positif ilmu pengetahuan,
4) Kebenaran pengetahuan biasa.
Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan mutlak benar, sedang pengetahuan yang diperoleh melalui akal bersifat relatif, mungkin benar dan mungkin salah.

  1. Terjadinya Pengetahuan
Menurut Made Pidarta (1997:77) ada lima sumber pengetahuan:
1) Otoritas, yang terdapat dalam enseklopedi, buku teks yang baik, rumus, dan tabel;
2) Common sense, yang ada pada adat dan tradisi;
3) Intuisi yang berkaitan dengan perasaan ;
4) Pikiran untuk menyimpulkan hasil pengalaman;
5) Pengalaman yang terkontrol untuk mendapatkan pengetahuan secara ilmiah.

Menurut John Hospers dalam bukunya An Introduction to Philosophical Analysis (Abbas Hamami, 1982 ) mengemukakan ada enam alat untuk memperoleh pengetahuan, yaitu :
1. Pengalaman Indra ( sense experience)
2. Nalar ( reason )
3. Otoritas ( authority )
4. Intuisi ( Intuition )
5. Wahyu (revelation )
6. Keyakinan ( faith )

  1. Macam-Macam Pengetahuan
Macam-macam pengetahuan menurut Imanuel Kant ialah :
  1. Pengetahuan Analitis; predikat sudah termuat dalam subyek. Predikat diketahui melalui suatu analisis obyek. Misalnya, lingkaran itu bulat.
  2. Pengetahuan Sintetis Aposteriori; predikat dihubungkan dengan subyek berdasarkan pengalaman indrawi.
  3. Pengetahuan Sintetis Apriori: Akal budi dan pengalaman indrawi dibutuhkan serentak. Ilmu pesawat, ilmu pasti bersifat sintetis apriori. (Surajiyo, 2005)

C. ILMU
Dalam ilmu, orang berusaha mematangkan pengetahuan dengan memenuhi tolak ukur yang sesuai. Hal ini merupak sebuah cara dalam merumuskan tujuan penyelidikan ilmiah. Dalam memperoleh ilmu hendaknya tahu terlebih dari dahulu. Hal ini dikarenakan ilmu muncul akibat keragu-raguan yang dipikir secara reflektif. Pemikiran secara reflektif ini disebut pengetahuan yang dapat berubah menjadi ilmu jika dilakukan penyelidikan atau pembuktian secara ilmiah. Contohnya dalam tata surya, orang terdahulu menganggap matahari mengelilingi bumi, pernyataan seperti ini disebut pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman. Pernyataan diatas masih memdapatkan pertimbangan karena belum terbukti secara ilmiah, ketika kenyataannya berbeda dan dapat dibuktikan secara ilmiah bisa disebut sebagai pengetahuan dan ilmu. Dalam studi ilmiah disebut Ilmu Astronomi.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah merupakan sekumpulan pegetahuan yang disusun secara konsisten serta teruji kebenarannya secara empiris dalam menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia untuk melakukan tindakan dalam menguasai gejala tersebut sesuai penjelasan yang ada.
Dengan definisi demikian, maka akan timbul pertanyaan? Apakah pengetahuan yang teruji secara ilmiah namun tidak bisa dijadikan sebuah ketetapan dapat dikatakan ilmu? Ilmu menurut pengertian secara umum ialah semua pengetahuan yang dapat diuji kebenarannya serta pasti. Bagaimana dengan sejarah? Apakah itu termasuk dalam golongan ilmu atau humaniora? Hal seperti sejarah sulit sekali dicari kebenarannya, sebab penggunaan data sejarah sering kali merupakan penuturan orang, bisa saja orang itu berbohong.
  1. Klasifikasi Ilmu
Menurut Cristian Wolff, klasifikasi ilmu pengetahuan ialah :
  1. Ilmu pengetahuan empiris :
  • Kosmologi empiris
  • Psikologi empiris
  1. Matematika
  • Murni : aritmatika, geometri aljabar
  • Campuran : mekanika, dll.
  1. Filsafat:
  • Spekulatif (metafisika)
    a. Umum :ontologi
    b. Khusus: psiokologi, kosmologi, theologi
  • Praktis:
    a. Intelek-logika 

    b. Kehendak : ekonomi, etika, politik
    c. pekerjaan fisik : teknik.

  1. Tahap-Tahap Perkembangan Ilmu
Dalam perkembangnnya, ilmu dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu :
  1. Tahap Sistematika.
Pada tahap ini, ilmu menggolongkan obyek empiris ke dalam kategori- kategori tertentuuntuk menemukan ciri-ciri yang bersifat umum yang merupakan pengetahuan bagi manusia dalam mengenal dunia fisik.
  1. Tahap Komparatif.
Pada tahap ini manusia mulai membandingkan antara kategori yang satu dengan kategori yang lain.
  1. Tahap Kuantitatif
Pada tahap ini manusia mencari hubungan sebab akibat, tidak lagi berdasarkan perbandingan melainkan berdasarkan pengukuran yang eksak dari obyek yang sedang disediki.
  1. Karakteristik Ilmu
Menurut Surajiyo alam bukunya Ilmu Filsafat suatu Pengantar (2005), karakteristik pengetahuan dalam 5 bagian, adalah:
  1. Empiris, pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan.
  2. Sistematis, berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur.
  3. Obyektif, ilmu berarti pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan dan kesukaan pribadi.
  4. Analitis, pengetahuan ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok soalnya ke dalam bagian-bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan dan peranan dari bagian-bagian itu.
  5. Verifikatif, pengetahuan dapat diperiksa kebenarannya oleh siapapun.
PENUTUP
Kesimpulan

Sebagai sebuah landasan ilmu, Epistemologi berperan dalam munculnya pengetahuan-pengetahuan yang selanjutnya dilakukan eksperimen untuk di spesifikasikan mana yang masuk kategori ilmu.

Epistemologi tidak dapat berdiri sendiri tanpa logika, sebab alat pertama dalam menjawab suatu gejala adalah logika. Pertama logika bersifat kemungkinan, kedua bersifat peluang, sedangkan pembuktiannya menggunakan eksperimen.







DAFTAR PUSTAKA

Hadi, Hardono, Epistemologi Filasafat Pengetahuan, Yogyakarta:
Kanisius, 1994
Dirdjosisworo, Soedjono, Pengantar Epistemologi dan Logika, Bandung:
Remaja Karya, 1985
Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1987

Peursen, Van dan Berling K.M, Pengantar Filsafat Ilmu, alih bahasa
Soedjono Soemargono,cet IV,Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1997
Sudarminta, Filsafat Proses, Yogyakarta: Kanisius, 1991