BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah
Epistemologi membicarakan sumber
pengetahuan dan bagaimana cara memeperoleh
pengetahuan.
Tatkala manusia baru lahir, ia tidak
mempunyai pengetahuan sedikitpun. Nanti, tatkala ia berusia 40 tahunan ,
pengetahuannya banyak sekali sementara kawanya yang seumur dengan dia mungkin
mempunyai pengetahuan yang lebih banyak dari pada dia dalam bidang yang sama
atau berbeda. Bagaimana mereka itu masing-masing mendapat pengetahuan itu?
Mengapa dapat juga berbeda tingkat akurasinya? Hal-hal semacam ini dibicarakan di
dalam epistemologi.
Runes dalam kamusnya (1971) menjelaskan
bahwa epystemologi is the branch of
philosophy which investigates the origin, structure, methods, and validity of
knowledge. Itulah sebabnya kita sering menyebut dengan istilah filsafat
pengetahuan karena ia membicarakan hal pengetahuan. Istilah epistemologi untuk
pertama kalinya muncul dan di gunakan oleh J.F.Ferrier pada tahun 1854 (Runes,
1971: 94).
Penetahuan manusia ada tiga macam, yaitu
pengetahuan sains, pengetahuan filsafat, dan pengetahuan mistik. Pengetahuan
itu di peroleh manusia melalui berbagai cara dan dengan menggunakan berbagai
alat.
1.2.Rumusan Masalah
Bertitik
tolak dari latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan sebelumnya, maka
penulis merumuskanya dalam beberapa pertanyaan berikut :
1. apa pengertian empirisme?
2. apa pengertian rasionalisme?
3.apa pengertian positivisme?
4. apa pengertian intuisionisme?
1.3.Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penyusunan karya tulis ini adalah
sebagai berikut :
1. Agar
mengetahui aliran empirisme
2. Agar
mengetahui aliran rasionalisme
3. Agar
mengetahui aliran positivisme
4. Agar
mengetahui aliran intuisionisme
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Empirisme
Kata
ini berasal dari bahasa Yunani empeirikos yang berasal dari kata empeiria,
artinya pengalaman. Menurut aliran ini manisia memperoleh pengetahuan melalui
pengalamanya. Dan bila di kembalikan kepada kata Yunaninya, pengalaman yang di
maksud yaitu pengalaman inderawi. Manusia tahu es dingin karena ia
menyentuhnya, gula manis karena ia mencicipinya.
John Locke (1632-1704), bapak aliran
ini pada zaman modern mengemukakan teori tabula rusa yang secara bahasa berarti
meja lilin. Maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari
pengetahuan, lantas pengalamanya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia
memiliki pengetahuan. Mula-mula tangkapan indera yang masuk itu sederhana,
lama-kelamaan ruwet, lalu tersusunlah pengetahuan berarti. Berarti, bagaimanapun
kompleks (ruwet)-nya pengetahuan manusia , ia selalu dapat di cari ujungnya
pada pengalaman indera.
Kelemahan aliran ini cukup banyak.
Kelemahan pertama ialah indera terbatas. Benda yang jauh kelihatan kecil .
apakah benda itu kecil ? Tidak. Keterbatasan kemampuan indera ini dapat
melaporkan objek tidak sebagaimana adanya, dari sini akan terbentuk pengetahuan
yang salah. Kelemahan kedua adalah indera menipu. Pada orang yang sakit malaria
gula rasanya pahit, udara panas dirasakan dingin. Ini akan menimbulkan
pengetahuan empiris yang salah juga. Kelemahan ketiga ialah objek yang menipu,
contohnya ilusi, fatamorgana. Jadi, objek itu sebenarnya tidak sebagaimana ia
di tangkap oleh alat indera, ia membohongi alat indera. Kelemahan keempat
berasal dari indera dan objek sekaligus. Kesimpulannya ialah empirisme lemah
karena keterbatasan indera manusia. Oleh karena itu muncul alira rasionalisme.
Ada aliran lain yang mirip dengan empirisme: sensasionalisme. Sensasi artinya
rangsangan inderawi. Secara kasar, sensasi sama dengan pengalaman inderawi.
2.2. Rasionalisme
Secara
singkat aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan.
Pengetahuan yang benar di peroleh dan di ukur dengan akal. Manusia, menurut
aliran ini memeperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek. Orang
megatakan (biasanya) bapak aliran ini adalah Rene Descartes (1596-1650) ini
benar. Akan tetapi sesungguhnya paham seperti ini sudah ada jauh sebelun ini.
Oarng-orang Yunani kuno telah meyakini juga bahwa akal adalah alat dalam
memperoleh pengetahuan yang benar, lebih-lebih pada Aristoteles.
Rasionalisme tidak mengingkari
kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan. Pengalaman indera di butuhkan
untuk merangsana akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabakan akal dapat
bekerja. Akan tetapi untyk sampainya
manusia kepada kebenaran adalah semata-mata dengan akal. Laporan idera menurut
rasionalisme merupakan bahan yang belum jelas, kacau. Bahan ini kemudian di
pertimbangkan oleh akal dalam pengalaman berfikir. Akal mengatur bahan itu
sehingga dapatlah terbentuklah pengetahuan yang benar. Jadi, akal bekerja akal
bekerja karena da bahan dari indera. Akan tetapi akal juga bisa menghasilkan
pengetahuan yang tidak berdasarkan bahan inderawi sama sekali jadi akal dapat
juga menghasilkan pengetahuan tentang objek yang benar-benar absrtak.
Kerja sama antara empirisme dan
rasionalisme inilah yang melahirkan sains (scientific method), dan dari metode
ini lahirlah pengetahuan sains (scientific knowledge) yang dalam bahasa indonesia
sering di sebut pebgetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan. Pengetahuan sains
adalah ilmu pengetahuan yang logis dan memiliki bukti empiris.
Jika yang bekerja hanya rasio yaitu
andalan rasionalisme maka pengetahuan yang di peroleh ialah pengetahuan
filsapat. Pengetahuan filsapat adalah pengetahuan yang lofis tanpa dukungan
dari empiris.
2.3. Positivisme
Pertama-tama
istilah positivisme disangkutkan dengan ajaran August Comte. Dikatakan bahwa
bentuk tertinggi pengetahuan adalah deskripsi sederhana tentang gejala-gejala
indrawi. Ajaran ini didasarkan pada perkembangan evolusioner yang disebut
”hukum tiga tahap”.
Menurut
Comte, perkembangan pikiran manusia terdiri dari tiga tahap. Pertama tahap
teologis atau fiktif. Dalam tahap ini pengetahuan manusia didasarkan pada
kepercayaan akan adanya penguasa adikodrati yang mengatur dan menggerakkan
gejala-gejala alam. Manusia selalu berusaha untuk mencari dan menemukan sebab
yang pertama dan tujuan akhir segala sesuatu yang ada. Kedua tahap metafisik
atau abstrak. Dalam tahap ini pengetahuan dan asas-asas abstrak yang mengganti
kedudukan kuasa-kuasa adikodrati. Metafisika merupakan pengetahuan puncak pada
masa ini. Ketiga tahap positif atau ilmiah. Dalam tahap ini pengetahuan manusia
berdasarkan atas mfakta-fakta. Berdasar pengamatan dan dengan penggunaan
akalnya manusia dapat menentukan hubungan-hubungan persamaan dan atai urutan
yang terdapat pada fakta-fakta. Tahap positif merupakan tahap dimana jiwa
manusia sampai pada pengetahuan yang tidak lagi abstrak, tetapi pasti, jelas,
dan bermanfaat.
2.4. Intuisionisme
Henri
bergson (1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Ia menganggap hanya indera yang
terbatas, akal juga terbatas. Objek-objek yang kita tangkapitu dh objek yang
selalu berubah, demikian berson. Jadi, pngeahn kia tentangnya tidak tetap.
Intelek atau akal juga terbatas. Akal hanya bisa memehami suatu objek bila
mngonsentrasikan dirinya pada objek itu, jadi dalam hal ini manusia tidak
mengetahui keseluruhan (unique) tidak juga dapat memahami sifat-sifat yang
tetap pada objek. Akal hanya mampu memahami bagian-bagian dari objek, kemudian
bagia-bagian itu di gabungkan oleh akal. Itu tidak sama dengan pengetahuan yang
menyeluruh tentang objek itu. Ambil lah contoh. Apa itu adil? Akal memahaminya
dari segi siterhukum, timbul pemahaman akali; memahaminya dari segi hakim,
timbul pemahaman akali, dari segi sikeluatga siterhukum timbul pemahaman akali,
dan seterusnya. Kesimpulannya bahwa adil adalah jumlah pemahaman akali
tersebut. itu belum tentu benar.
5
Bergson mengembangkan satu kemampuan
tingkat tinggi yang di miliki manusia, yaitu intisi. Ini adalah hasil evolusi pemahaman
tertinggi. Kempuan ini mirip dengan instinct, tetapi berbeda dalam kesadaran
dan kebebasannya. Pengebangan kemampuan ini memerlukan suatu usaha. Kemampuan
inilah yang memahami kebenaran yang utuh, yng tetap, yang unique. Intuisi ini
menangkap objek secara langsung tanpa melalui pemikiran. Jadi, indera dan akal
hanya mampu menghsilkan pengetahuan yang tidak utuh, sedangkan intuisi dapat
menghasilkan pengetahuan yang utuh, tetap.
Mwnurut ajaran tasawuf atau tarekat
manusia itu di pengaruhi (di tutupi) oleh hal-hal yang material, di pengaruhi
oleh nafsunya. Bila nefsu itu bsa di kendalikan, penghalang material (hijab) di
singkirkan, maka kekuatan rasa itu mampu bekerja, laksana antene. Mampu
menangkap objek-objek gaib. Di dalam tashawwuf ini di gambarkan sebagai dalam
keadaan fana jiwa mampu melihat yang gaib, dari situ di peroleh pengetahuan.
Berdasarkan uraian di atas (tenteng
epistemologi) dapat di ketahui bahwa manisia memperoleh pengetahuan dengan tiga
cara yaitu, cara sains, cara filsafat (logika,akal), dan cara latihan rasa
(intusi). Itu dalam garis besarnya. Namun, secara umum pengetahuan itu
sebenarnya di peroleh dengan cara berfikir benar. Sains dan filsafat jelas
menggunakan cara berfikir benar, mistik sekurang-kurangnya berawal dari berfikir
benar juga. Norma-norma atau aturan-aturan berfikir benar itulah yang di
bicarakan logika, ini adalah bagian dari teori pengetahuan.
BAB III
PENUTUP
3. Kesimpulan
Jadi
Epistemologi membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara memeperoleh pengetahuan. Dan epistemologi juga memiliki
aliran-aliran diantaranya yaitu :
1. Empirisme
2. Rasionalisme
3. Positivisme
4. Intuisionisme
DAFTAR PUSTAKA
Tafsir, ahmad, 2012, filsafat umum akal dan hati sejak thales
sampai capra, Bandung : PT.Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar