A.
Definisi Stratifikasi Sosial
Kata stratification
berasal dari stratum (jamaknya:
strata yang berarti lapisan). Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa social
strattification adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam
kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis).[1]
Stratifikasi
sosial merupakan proses pembedaan individu-individu dalam masyarakat yang
menyebabkan kemunculan suatu hierarki yang terdiri dari lapisan atau strata
yang berlainan kedudukannya. Stratifikasi sosial adalah hasil dari interaksi
sosial dan merupakan suatu fenomena sosial yang agak meluas dalam semua masyarakat.
pada dasarnya stratifikasi melibatkan keistimewaan yang berbeda-beda serta
peluang hidup (life chances) yang berlainan. Kalangan dalam lapisan
sosial yang berlainan mempunyai peluang hidup dan keistimewaan yang berlainan
(peluang hidup untuk meliputi peluang untuk mencapai cita-cita tertentu,
peluang untuk menikmata kemudahan sosial, dan yang lainnya).[2]
Stratifikasi
sosial merupakan konsep sosiologi, artinya kita tidak akan menemukan masyarakat
seperti kue lapis, tetapi pelapisan merupakan suatu konsep untuk menyatakan
bahwa masyarakat dapat dibedakan secara vertikal menjadi kelas atas, kelas
menengah dan kelas bawah berdasarkan kriteria tertentu. [3]
Pelapisan
sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah pembedaan
atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat),
stratifikasi selalu melihat pengategoriannya pada dimensi vertikal dari
struktur sosial masyarakat, dalam arti melihat perbedaan masyarakat berdasarkan
pelapisan yang ada, apakah berlapis-lapis secara vertikal dan pelapisan
tersebut bersifat terbuka dan tertutup.[4]
Kingsley Davis
dan Wilbert Moore berargumen bahwa tidad ada masyarakat yang pernah tidak
terstratifikasi, atau tidak berkelas secara total. Stratifikasi, dalam
pandangan mereka adalah kebutuhan fungsional. Semua masyarakat
membutuhkan sistem demikian, dan kebutuhan itu menghasilkan suatu sistem
stratifikasi. Mereka juga memandang suatu sistem stratifikasi sebagai suatu
struktur, yang menunjukan bahwa stratifikasi mengacu bukan kepada individu yang
ada di dalam sistem stratifikasi itu tetapi lebih tepatnya kepada suatu sistem
posisi-posisi. Mereka berfokus kepada cara posisi-posisi tertentu membawa serta
kadar prestise yang berbeda-beda, bukan mengenai cara para individu menduduki
posisi-posisi tertentu. [5]
Stratifikasi
sosial adalah suatu lembaga yang menyentuh begitu banyak ciri kehidupan,
termasuk “kekayaan, politik, karier, keluarga, klub, komunitas, gaya hidup”.[6]
B.
Terbentuknya Stratifikasi Sosial
Setiap
masyarakat senantiasa mempunyai penghargaan tertentu terhadap hal-hal tertentu
dalam masyarakat bersangkutan. Penghargaan yang lebih tinggi terhadap hal-hal
tertentu, akan menempatkan hal tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi dari
hal-hal lainnya. Kalau suatu masyarakat lebih menghargai kekayaan materiil dari
pada kehormatan, misalnya, mereka yang lebih banyak mempunyai kekayaan materiil
akan menempati kedudukan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan
puhak-pihak lain. Gejala tersebut menimbulkan lapisan masyarakat, yang
merupakan pembedaan posisi sesorang atau suatu kelompok dalam kedudukan yang
berbeda-beda secara vertikal.
Bahkan pada
zaman kuno dahulu, filsuf Aristoteles (Yunani) mengatakan di dalam negara
terdapat tiga unsur, yaitu mereka kaya sekali, melarat, dan berada di
tengah-tengahnya. Ucapan demikian paling tidak membuktikan bahwa di zaman itu,
dan sebelumnya, orang telah mengakui adanya lapisan masyarakat yang mempunyai
kedudukan bertingkat-tingkat dari bawah ke atas.[7]
Adanya sistem
lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan
masyarakat itu. akan tetapi, ada pula yang dengan sengaja disusun untuk
mengejar suatu tujuan bersama. Alasan terbentuknya lapisan masyarakat yang
terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur (yang senior), sifat
keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat, dan mungkin juga harus
dalam batas-babas tertentu. alasan-alasan yang dipakai berlainan bagi tiap-tiap
masyarakat. Pada masyarakat yang hidupnya dari berburu hewan alasan utama
adalah kepandaian berburu. Sementara itu, pada masyarakat yang telah menetap
dan bercocok tanam, kerabat pembuka tanah (yang dianggap asli) dianggap sebagai
orang-orang yang menduduki lapisan tinggi. Hal ini dapat dilihat misalny apada
masyarakat Batak, dimana marga tanah, yaitu marga yang pertama-tama membuka
tanah, dianggap mempunyai kedudukan yang tinggi. Demikian pula golongan pembuka
tanah di kalangan orang Jawa di desa dianggap mempunyai kedudukan tinggi karena
mereka dianggap sebagai pembuka tanah dan pendiri desa yang bersangkutan.
Masyarakat lain menganggap bahwa kerabat kepala masyarakatlah yang mempunyai
kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, misalnya pada masyarakat Ngaju di
Kalimantan Selatan.
Secara
teoretis, semua manusia dapat dianggap sederajat, akan tetapi, sesuai dengan
kenyataan hidup kelompok-kelompok sosial, halnya tidaklah demikian. Pembedaan
atas lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian sistem sosial
setiap masyarakat. untuk meneliti terjadinya proses-proses lapisan masyarakat,
dapatlah pokok-pokok sebagai berikut yang dijadikan pedoman
a.
Distribusi hak-hak istimewa yang objektif seperti misalnya
penghasilan, kekayaan, keselamatan (kesehatan, laju angka kejahatan), wewenang
dan sebagainya;
b.
Sistem pertanggaan yang diciptakan para warga masyarakat (prestise
dan penghargaan);
c.
Kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah didapat berdasarkan
kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kerabat tertentu, milik, wewenang, atau
kekuasaan;
d.
Lambang-lambang kedudukan, seperti tingkah laku hidup, cara
berpakaian, perumahan, keanggotaan pada suatu organisasi dan selanjutnya;
e.
Mudah atau sukarnya bertukat kedudukan;
f.
Solidaritas diantara individu-individu atau kelompok-kelompok yang
menduduki kedudukan yang sama dalam sistem sosial masyarakat seperti.
1)
Pola-pola interaksi-interaksi (struktur klik, keanggotaan
organisasi, perkawinan dan sebagainya);
2)
Kesamaan atau ketidaksamaan sistem kepercayaan, sikap dan
nilai-nilai;
3)
Kesadaran akan kedudukan masing-masing;
4)
Aktivitas sebagai organ kolektif.
Seperti telah diuraikan, ada pula sistem lapisan yang dengan
sengaja disusun untuk mengajar suatu tujuan bersama. Hal itu biasanya berkaitan
dengan pembagian kekuasaan dan wewenang resmi dalam organisasi-organisasi
formal, seperti pemerintahan, perusahaan, partai politik, angkatan bersenjata
atau perkumpulan.
Apabila suatu
masyarakat hendak hidup dengan teratur, kekuasaan dan wewenang yang ada harus
dibagi dengan teratur pula sehingga jelas bagi setiap orang di tempat mana
letaknya kekuasaan dan wewenang dalam organisasi, secara horizontal dan
vertikal. Apabila kekuasaan dan wewenang tidak dibagi secara teratur,
kemungkinan besar sekali akan terjadi pertentangan-pertentangan yang dapat
membahayakan keutuhan masyarakat. [8]
C.
Sifat Sistem Lapisan Masyarakat
Sifat sistem
lapisandi dalam suatu masyarakat dapat bersifat tertutup (closed social
stratification) dan terbuka (open social stratification). Sistem
lapisan yang bersifat tertutup membatasi kemungkinan pindahnyaseseorang dari
satu lapisan ke lapisan lain, baik yang merupakan gerak ke atas atau ke bawah.
Di dalam sistem yang demikian, satu-satunya jalan untuk menjadi anggota suatu
lapisan dalam masyarakat adalah kelahiran. Sebaliknya didalam sistem terbuka,
setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kecakapan
sendiri untuk naik lapisan, atau, bagi mereka yang tidak beruntung jatuh dari
lapisan atas ke lapisan bawahnya. Pada umumnya sistem terbuka ini memberi
perangsang yang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat untuk dijadikan
landasan pembangunan masyarakat daripada sistem yang tertutup.
Sistem kasta di
India telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Istilah untuk kasta dalam bahasa
India adalah yati, sedangkan sistemnya disebut varna. Menurut
kitab Rig-Veda dan kitab-kitab Brahmana, dalam dalam masyarakat India
Kuno dijumpai empat varna yang tersusun dari atas ke bawah, diantaranya
:
1.
Brahmana: merupakan kasta pendeta, yang dipandang sebagai lapisan
tertinggi
2.
Ksatria: merupakan kasta orang-orang bangsawan dan tentara
dipandang sebagai lapisan kedua
3.
Vaicya: merupakan kasta para pedagang yang dianggap sebagai lapisan
menengah (ketiga)
4.
Sudra: adalah kasta orang-orang biasa (rakyat jelata).
Sedangkan mereka yang tak berkasta adalah golongan Paria. Susunan
kasta tersebut sangat kompleks dan hingga kini masih dipertahankan dengan kuat,
walaupun orang-orang India sendiri kadangkala tidak mengakuinya.
Sistem kasta
semacam di India juga dijumpai di Amerika Serikat, dimana terdapat pemisahan
yang tajam antara golongan kulit putih dengan golongan kulit berwarna terutama
orang-orang Negro. Sistem tersebut dikenal dengan segregation yang
sebenarnya tak beda jauh dengan sistem apartheid yang memisahkan
golongan kulit putih dengan golongan asli (pribumi) di Uni Afrika Selatan.
Sistem lapisan
yang tertutup, dalam batas-batas tertentu, juga dijumpai pada masyarakat Bali.
Menurut kitab-kitab suci orang Bali, masyarakat terbagi dalam empat lapisan,
yaitu Brahmana, Satria, Veisa dan Sudra. Ketiga lapisan pertama biasa disebut triwangsa,
sedangkan lapisan terakhir disebut jaba yang merupakan lapisan
dengan jumlah warga terbanyak. Keempat lapisan itu terbagi lagi dalam
lapisan-lapisan khusus. Biasanya orang-orang mengetahui dari gelar seseorang,
ke dalam kasta mana dia tergolong. Gelar-gelar tersebut diwariskan menurut
garis keturunan laki-laki yang sepihak patrilineal seperti Ida Bagus,
Tjokorda, Dewa, Ngahan, Bagus, I Gusti, Gusti. Gelar pertama adalah gelar orang
Brahmana. Gelar kedua sampai dengan keempat bagiorang-orang satria, sedangkan
yang kelima dan keenam berlaku bagi orang-orang Vaicya. Orang0orang Sudra juga
memakai gelar-gelar sepeti Pande, Kbon, Pasek dan selanjutnya. Dahulu kala
gelar tersebut berhubungan erat dengan pekerjaan orang-orang yang bersangkutan.
Walaupun gelar tersebut tidak memisahkan golongan-golongan secara ketat, tetapi
sangat penting bagi sopan santun pergaulan. Di samping itu, hukum adat juga
menetapkan hak-hak bagi si pemakai gelar, misalnya, dalam memakai tanda-tanda,
perhiasan-perhiasan, pakaian-pakaian tertentu, dan lain-lain. Kehidupan kasta
di Bali umumnya terlihat jelas dalam hubungan perkawinan. Seorang gadis suatu
kasta tertentu umumnya dilarang bersuamikan seseorang dari kasta lebih rendah.[9]
bahkan dikatakan seorang yang miskin cenderung semakin menjadi-jadi
kemiskinannya.
D.
Unsur stratifikasi sosial
Dalam
stratifikasi sosial terdapat dua pokok, yaitu status (kependudukan) dan
peranan. Status dan peranan mempunyai hubungan timbale balik yang merupakan
unsur penentu bagi penempatan seseorang
dalam steata tertentu dalam masyarakat. Kedudukan dapan memberikan pengaruh,
kehormatan, kewibawaan, pada seseorang;[10]
sedangkan peranan merupakan sikap tindak seseorang yang menyandang dalam status
sosial dalam kehidupan masyarakat.
1.
Status sosial
Menurut Mayor
Polak (1979), status dimaksudkan sebagai kedudukan sosial seorang oknum dalam
kelompok serta dalam masyarakat. Status mempunyai dua aspek, pertama;
aspek yang agak stabil, dan kedua aspeknya yang lebih dinamis. Polak
mengatakan bahwa status mempunyai status aspek struktural dab aspek fungsional.
Pada aspek uang pertama sifatnya hirarkis, artinya mengandung perbandingan
tinggi atau rendahnya secara relatif terhadap status-status lain. Sedangkan
aspek yang kedua dimaksudkan sebagai peranan sosial yang berkaitan dengan
status tertentu, yang dimiliki seseorang.
2.
Peranan sosial
Peranan sosial
adalah suatu perbuatan seseorang dengan cara tertentu dalam usaha menjalankan
hak dan kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya. Seseorang yang
dikatakan berperan jika ia telah melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan
status sosialnya dalam masyarakat. Jika seseorang mempunyai status tertentu
maka dalam kehidupan masyarakat, maka selanjutnya da kecenderungan akan timbul
suatu harapan-harapan baru. Dari harapan-harapan ini seseorang akan bersikap
dan bertindak atau berusaha untuk mencapai dengan cara dan kemampuan yang
dimiliki. Oleh karena itu peranan dapat juga dapat didefinisikan sebagai
kumpulan harapan yang terancang seseorang yang mempunyai status tertentu dalam
masyarakat. Dengan singkat peranan dapat dikatakan sebagai sikap dan tindakan
seseorang yang sesuai dengan statusnya dalam masyarakat. Atas dasar definisi
tersebut maka peranan dalam kehidupan masyarakat adalah sebagai aspek dinamis
dari status.
Ciri pokok yang
berhubungan dengan istilah peranan sosial adalah terletak pada adanya
hubungan-hubungan sosial seseorang dalam masyarakat yang menyangkut dinamika
dari cara-cara bertindak dengan berbagai norma yang berlaku dalam masyarakat,
sebagaimana pengeakuan terhadap status sosialnya. Sedangkan fasilita-fasilita
utama seseorang yang akan menjalankan peranannya adalah lembaga-lembaga sosial
yang ada dalam masyarakat. Biasanya lembaga masyarakat menyediakan peluang
untuk pelaksanaan suatu peranan.[11]
Peranan
seseoprang lebih banyak menunjukan suatu proses dari fungsi dan kemampuan
mengadaptasi diri dalam lingkungan sosialnya.
Dalam
pembahasan tentang aneka macam peranan melekat pada individu-individu dalam
masyarakat, Soerjono mengutip pendapat Marion J. Levy Jr., bahwa ada beberapa
pertimbangan sehubungan dengan fungsinya, yaitu sebagai berikut:
a.
Bahwa peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur
masyarakat hendak dipertahankan kelangsungannya.
b.
Peranannya tersebut seyogianya diletakan pada individu yang oleh
masyarakat dianggap mampu untuk melaksanakannya. Mereka harus telah terlebih
dahulu terlatih dsan mempunyai pendorong untuk melaksanakannya.
c.
Dalam masyarakat kadang-kadang di jumpai individu-individu yang tak
mampu melaksanakan peranaannya sebagai mana diharapkan oleh masyarakat, oleh
karena mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan yang terlalu banyak dari
kepentingan-kepentingan pribadinya.
d.
Apabila semua orangm sanggup dan mampu melaksanakan peranannya,
belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang seimbang.
Bahkan sering kali terlihat betapa masyarakat terpaksa membatasi
peluang-peluang tersebut.
Soerjono
Soekanto membedakan status dengan status sosial; status diartikan sebagai
tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan
orang-orang lain dalam kelompok tersebut atau tempat suatu kelompok berhubungan
dengan kelompok-kelompok lainnya di dalam kelompok yang lebih besar lagi.
Sedangkan status sosial diartikan sebagai tempat seseorang seraca umum dalam
masyarakat sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulan
prestisenya, dan hak sertya kewajiban-kewajibab. Kedudukan sosial tidak
terbatas pada pengertian kumpulanstatus-status sosial tersebut mempengaruhi
status-status orang tadi dalam kelompok-kelompok sosial yang berbeda.[12]
E.
Sistem Stratifikasi Sosial
Sistem
stratifikasi sosial dalam masyarakat ada yang bersifat terbuka dan ada yang
bersifat tertutup. Stratifikasi sosial yang terbuka ada kemungkinan anggota
masyarakat dapat berpindah dari status satu kestatus lainnya berdasarkan
usaha-usaha tertentu. Misalnya seorang yang bekerja sebagai petani mempunyai
kemungkinan dapat menjadi tokoh agama jika ia mampu meningkatkan nilai
kesalahnya dalam menjalankan agamanya. Seorang anak buruh tani dapat mengubah
statusnya menjadi seorang dokteratau menjadi presiden sekalipun, apabila ia
rajin belajar, berpolitik dan bercita-cinta untuk itu. Sebaliknya seorang anak
presiden belum tentu dapat mencapai status presiden.
Dengan demikian
berarti dalam sistem stratifikasi terbuka, setiap anggota masyarakat berhak dan
mempunyai kesempatan untuk berusahan dengan kemampuan sendiri untuk naik
status, atau mungkin juga justru stabil atau turun status sesuai dengan
kualitas dan kuantitas usahanya sendiri. Dalam sistem statifikasi ini biasanya
terdapat motifasi yang kuat pada setiap anggota masyarakat untuk berusaha
memperbaiki status dan kesejahteraan hidupnya. Sistem staratifikasi sosial
terbuka lebih dinamis dan anggota-anggotanya cenderung mempunyai ciota-cita
yang tinggi. Keselamatan dari sistem stratifikasi sosial ini biasanya
anggota-anggotanya selalu mengalami kehidupan yang tegang dan was-was, lantaran
di dalam memperjuangkan cita-cita itu selalu bersaing dan berebut kesempatan
untuk naik status yang jumlahnya relative terbatas sebagai akibatnya banyak
anggota masyarakat yang mengalami guncangan konflik antar sesamanya.
Pada sistem
stratifikasi sosial yang tertutup terdapat pembatasan kemungkinan untuk pindah
ke satu status ke status lainnya dalam masyarakat. Dalam sistem ini satu
satunya kemungkinan untuk dapat masuk ke dalam status tinggi dan dalam
kehormatan masyarakat adalah kelahiran atau keturunan. Hal ini jelas dapat di
ketahui dari kehidupan masyarakat yang mengagungkan kasta seperti di india
misalnya dalam kehiudupan masyarakat yang masih menganut paham feodalisme, atau
dapat pula terjadi pada suatu masyarakat dimana statusnya di tentukan atas
dasar ukuran perbedaan ras dan suku bangsa.[13]
Stratifikasi sosial tertutup lebih bersifat statis, lebih-lebih bagi mereka
yang termasuk golongan bawah, jarang ada yang memiliki cita-cita yang tinggi.
Dalam sistem ini status para anggota masyarakat bersifat permanen dalam tingkat
sosial, disamping hubungannya dengan anggota masyarakat yang dibatasi oleh
status yang dimilikinya. Sistem stratifikasi tertutup sering disebut sebagai
sistem yang kaku dan ekstrim, oleh karena seorang yang dilahirkan sebagai
penyimpangan adat (lampung), ia tidak dapat ingkar dan meninggalkannya;
kemampuan pribadi tidak diperhitungkan dalam menentukan tinggi rendahnya
status.
Dengan demikian
dapat diketahui beberapa ciri dari sistem stratifikasi tertutup, yaitu sebagai
berikut:
1.
Status di tentukan atas dasar keturunan.
2.
Status yang diperoleh atas keturunman itu tidak dapat diubah dan
berlaku seumure hidup; kecuali karena pelanggaran adat tertentu sehingga
seseorang pewaris status dikeluarkan dari golongan adat.
3.
Hubungan atara sesamanya di tentukan atas dasar kesamaan status
dengan mengikuti pola perilaku dan tata-krama adat yang berlaku.
4.
Harga diri merupakan pandangan hidup.
F.
Mobilatas Sosial
Mobilitas
sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang
mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur sosial mencakup sifat-sifat
hubungan antar individu dalam kelompok dan hubungan antar individu dengan
kelompoknya.
Tipe-tipe gerak
sosial yang diprinsipil ada dua macam, yaitu gerak sosial yang horizontal dan
vertikal. Gerak sosial horizontal merupakan peralihan individu atau objek-objek
sosial lainnya dari suatu kelompok.sosial ke kelompok sosial lainnya. Contohnya
adalah seseorang yang beralih kewarganegaraan beralih pekerjaan yang sederajat
atau mungkin juga peralihan., atau gerak objek-objek sosial seperti misalnya
radio, mode pakaian, ideology dan lain sebagainya. Dengan adanya gerak sosial
yang horizontal, tidak terjadi perubahan dalam derajat dalam kedudukan
seseorang ataupun suatu objek sosial.[14]
Gerak sosial
vertikal merupakan sebagai perpindahan individu atau objek sosial dari suatu
kedudukan sosial kedudukan yang lainnya, yang tidak sederajat. Sesuai dengan
arahnya, maka terdapat dua jenis gerak sosial yang vertikal, yaitu yang naik
dan yang turun. Gerak sosial vertikal
yang naik mempunyai dua bentuk utama, yaitu:
a.
Masuknya individu-individu yang mempunyai kedudukan rendah ke dalam
kedudukan yang lebih tinggi, dimana kedudukan tersebut telah ada.
b.
Pembentukan suatu kelompok baru, yang kemudian ditempatkan pada
derajat yang lebih tinggi dari kedudukan individu-individupembentuk kelompok
tersebut.
Gerak sosial
vertikal yang menurut mempunyai dua bentuk utama, yaitu:
a.
Turunnya kedudukan individu kedudukan yang lebih rendah derajatnya.
b.
Turunya derajat kelompok individu yang dapat berupa disintegrasi
kelompok sebagai kesatuan.
Kedua bentuk tersebut di atas dapat diibaratkan sebagai seorang
penumpang kapal laut yang jatuh kelaut, atau sebagai kapal yang tenggelam
bersama seluruh penumpangnya atau apabilakapal itu pecah.[15]
Daftar
Pustaka
Burhan, Bungin.
( 2008 ). Sosiologi Komunikasi Teori Paradigma dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di
Masyarakat, Jakarta: Pradana Media Grup.
Nasrullah, Adon
Jamaludin. ( 2015 ). Sosiologi Pedesaan, Bandung: Pustaka Setia.
Rahman,
Taufiq.(2011 ). Glosari Teori Sosial, Bandung: Ibnu Sina Press.
Ritzer, George.
( 2012). Teori Sosiologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Soekanto,Soerjono.
( 2013 ). Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Pers.
[1] Soerjono
Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013),
hlm. 198
[2]Taufiq
Rahman, Glosari Teori Sosial, (Bandung: Ibnu Sina Press, 2011), hlm.
118-119
[3]Adon
Nasrullah Jamaludin, Sosiologi Pedesaan, (Bandung: Pustaka Setia, 2015),
hlm. 65
[4]Ibid.
Hlm. 67
[5]George
Ritzer, Teori Sosiologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 403
[6]Ibid.
Hlm. 460
[7]Soerjono
Soekanto, Op.Cit., hlm. 197
[8]Ibid.
Hlm. 199
[9]Ibid.
Hlm. 212
[10]Bungin
Burhan, Sosiologi Komunikasi Teori Paradigma dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Pradana Media Grup, 2008) Hlm.91-94
[11]Ibid Hlm.94
[12]Ibid Hlm.95
[13]Ibid Hlm.87-88
[14]Soekanto
Soejono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013).hlm
219-220
[15]Ibid .Hlm
219-220
Tidak ada komentar:
Posting Komentar