Rabu, 19 Oktober 2016

Makalah STRATIFIKASI SOSIAL


A.     Definisi Stratifikasi Sosial
Kata stratification  berasal dari stratum (jamaknya: strata yang berarti lapisan). Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa social strattification adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis).[1]
Stratifikasi sosial merupakan proses pembedaan individu-individu dalam masyarakat yang menyebabkan kemunculan suatu hierarki yang terdiri dari lapisan atau strata yang berlainan kedudukannya. Stratifikasi sosial adalah hasil dari interaksi sosial dan merupakan suatu fenomena sosial yang agak meluas dalam semua masyarakat. pada dasarnya stratifikasi melibatkan keistimewaan yang berbeda-beda serta peluang hidup (life chances) yang berlainan. Kalangan dalam lapisan sosial yang berlainan mempunyai peluang hidup dan keistimewaan yang berlainan (peluang hidup untuk meliputi peluang untuk mencapai cita-cita tertentu, peluang untuk menikmata kemudahan sosial, dan yang lainnya).[2]
Stratifikasi sosial merupakan konsep sosiologi, artinya kita tidak akan menemukan masyarakat seperti kue lapis, tetapi pelapisan merupakan suatu konsep untuk menyatakan bahwa masyarakat dapat dibedakan secara vertikal menjadi kelas atas, kelas menengah dan kelas bawah berdasarkan kriteria tertentu. [3]
Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat), stratifikasi selalu melihat pengategoriannya pada dimensi vertikal dari struktur sosial masyarakat, dalam arti melihat perbedaan masyarakat berdasarkan pelapisan yang ada, apakah berlapis-lapis secara vertikal dan pelapisan tersebut bersifat terbuka dan tertutup.[4]
Kingsley Davis dan Wilbert Moore berargumen bahwa tidad ada masyarakat yang pernah tidak terstratifikasi, atau tidak berkelas secara total. Stratifikasi, dalam pandangan mereka adalah kebutuhan fungsional. Semua masyarakat membutuhkan sistem demikian, dan kebutuhan itu menghasilkan suatu sistem stratifikasi. Mereka juga memandang suatu sistem stratifikasi sebagai suatu struktur, yang menunjukan bahwa stratifikasi mengacu bukan kepada individu yang ada di dalam sistem stratifikasi itu tetapi lebih tepatnya kepada suatu sistem posisi-posisi. Mereka berfokus kepada cara posisi-posisi tertentu membawa serta kadar prestise yang berbeda-beda, bukan mengenai cara para individu menduduki posisi-posisi tertentu. [5]
Stratifikasi sosial adalah suatu lembaga yang menyentuh begitu banyak ciri kehidupan, termasuk “kekayaan, politik, karier, keluarga, klub, komunitas, gaya hidup”.[6]
B.     Terbentuknya Stratifikasi Sosial
Setiap masyarakat senantiasa mempunyai penghargaan tertentu terhadap hal-hal tertentu dalam masyarakat bersangkutan. Penghargaan yang lebih tinggi terhadap hal-hal tertentu, akan menempatkan hal tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi dari hal-hal lainnya. Kalau suatu masyarakat lebih menghargai kekayaan materiil dari pada kehormatan, misalnya, mereka yang lebih banyak mempunyai kekayaan materiil akan menempati kedudukan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan puhak-pihak lain. Gejala tersebut menimbulkan lapisan masyarakat, yang merupakan pembedaan posisi sesorang atau suatu kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal.
Bahkan pada zaman kuno dahulu, filsuf Aristoteles (Yunani) mengatakan di dalam negara terdapat tiga unsur, yaitu mereka kaya sekali, melarat, dan berada di tengah-tengahnya. Ucapan demikian paling tidak membuktikan bahwa di zaman itu, dan sebelumnya, orang telah mengakui adanya lapisan masyarakat yang mempunyai kedudukan bertingkat-tingkat dari bawah ke atas.[7]
Adanya sistem lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat itu. akan tetapi, ada pula yang dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Alasan terbentuknya lapisan masyarakat yang terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur (yang senior), sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat, dan mungkin juga harus dalam batas-babas tertentu. alasan-alasan yang dipakai berlainan bagi tiap-tiap masyarakat. Pada masyarakat yang hidupnya dari berburu hewan alasan utama adalah kepandaian berburu. Sementara itu, pada masyarakat yang telah menetap dan bercocok tanam, kerabat pembuka tanah (yang dianggap asli) dianggap sebagai orang-orang yang menduduki lapisan tinggi. Hal ini dapat dilihat misalny apada masyarakat Batak, dimana marga tanah, yaitu marga yang pertama-tama membuka tanah, dianggap mempunyai kedudukan yang tinggi. Demikian pula golongan pembuka tanah di kalangan orang Jawa di desa dianggap mempunyai kedudukan tinggi karena mereka dianggap sebagai pembuka tanah dan pendiri desa yang bersangkutan. Masyarakat lain menganggap bahwa kerabat kepala masyarakatlah yang mempunyai kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, misalnya pada masyarakat Ngaju di Kalimantan Selatan.
Secara teoretis, semua manusia dapat dianggap sederajat, akan tetapi, sesuai dengan kenyataan hidup kelompok-kelompok sosial, halnya tidaklah demikian. Pembedaan atas lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian sistem sosial setiap masyarakat. untuk meneliti terjadinya proses-proses lapisan masyarakat, dapatlah pokok-pokok sebagai berikut yang dijadikan pedoman
a.    Distribusi hak-hak istimewa yang objektif seperti misalnya penghasilan, kekayaan, keselamatan (kesehatan, laju angka kejahatan), wewenang dan sebagainya;
b.    Sistem pertanggaan yang diciptakan para warga masyarakat (prestise dan penghargaan);
c.    Kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah didapat berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kerabat tertentu, milik, wewenang, atau kekuasaan;
d.    Lambang-lambang kedudukan, seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan, keanggotaan pada suatu organisasi dan selanjutnya;
e.    Mudah atau sukarnya bertukat kedudukan;
f.     Solidaritas diantara individu-individu atau kelompok-kelompok yang menduduki kedudukan yang sama dalam sistem sosial masyarakat seperti.
1)      Pola-pola interaksi-interaksi (struktur klik, keanggotaan organisasi, perkawinan dan sebagainya);
2)      Kesamaan atau ketidaksamaan sistem kepercayaan, sikap dan nilai-nilai;
3)      Kesadaran akan kedudukan masing-masing;
4)      Aktivitas sebagai organ kolektif.
Seperti telah diuraikan, ada pula sistem lapisan yang dengan sengaja disusun untuk mengajar suatu tujuan bersama. Hal itu biasanya berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan wewenang resmi dalam organisasi-organisasi formal, seperti pemerintahan, perusahaan, partai politik, angkatan bersenjata atau perkumpulan.
Apabila suatu masyarakat hendak hidup dengan teratur, kekuasaan dan wewenang yang ada harus dibagi dengan teratur pula sehingga jelas bagi setiap orang di tempat mana letaknya kekuasaan dan wewenang dalam organisasi, secara horizontal dan vertikal. Apabila kekuasaan dan wewenang tidak dibagi secara teratur, kemungkinan besar sekali akan terjadi pertentangan-pertentangan yang dapat membahayakan keutuhan masyarakat. [8]
C.     Sifat Sistem Lapisan Masyarakat
Sifat sistem lapisandi dalam suatu masyarakat dapat bersifat tertutup (closed social stratification) dan terbuka (open social stratification). Sistem lapisan yang bersifat tertutup membatasi kemungkinan pindahnyaseseorang dari satu lapisan ke lapisan lain, baik yang merupakan gerak ke atas atau ke bawah. Di dalam sistem yang demikian, satu-satunya jalan untuk menjadi anggota suatu lapisan dalam masyarakat adalah kelahiran. Sebaliknya didalam sistem terbuka, setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kecakapan sendiri untuk naik lapisan, atau, bagi mereka yang tidak beruntung jatuh dari lapisan atas ke lapisan bawahnya. Pada umumnya sistem terbuka ini memberi perangsang yang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat untuk dijadikan landasan pembangunan masyarakat daripada sistem yang tertutup.
Sistem kasta di India telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Istilah untuk kasta dalam bahasa India adalah yati, sedangkan sistemnya disebut varna. Menurut kitab Rig-Veda dan kitab-kitab Brahmana, dalam dalam masyarakat India Kuno dijumpai empat varna yang tersusun dari atas ke bawah, diantaranya :
1.    Brahmana: merupakan kasta pendeta, yang dipandang sebagai lapisan tertinggi
2.    Ksatria: merupakan kasta orang-orang bangsawan dan tentara dipandang sebagai lapisan kedua
3.    Vaicya: merupakan kasta para pedagang yang dianggap sebagai lapisan menengah (ketiga)
4.    Sudra: adalah kasta orang-orang biasa (rakyat jelata).
Sedangkan mereka yang tak berkasta adalah golongan Paria. Susunan kasta tersebut sangat kompleks dan hingga kini masih dipertahankan dengan kuat, walaupun orang-orang India sendiri kadangkala tidak mengakuinya.
Sistem kasta semacam di India juga dijumpai di Amerika Serikat, dimana terdapat pemisahan yang tajam antara golongan kulit putih dengan golongan kulit berwarna terutama orang-orang Negro. Sistem tersebut dikenal dengan segregation yang sebenarnya tak beda jauh dengan sistem apartheid yang memisahkan golongan kulit putih dengan golongan asli (pribumi) di Uni Afrika Selatan.
Sistem lapisan yang tertutup, dalam batas-batas tertentu, juga dijumpai pada masyarakat Bali. Menurut kitab-kitab suci orang Bali, masyarakat terbagi dalam empat lapisan, yaitu Brahmana, Satria, Veisa dan Sudra. Ketiga lapisan pertama biasa disebut triwangsa, sedangkan lapisan terakhir disebut jaba yang merupakan lapisan dengan jumlah warga terbanyak. Keempat lapisan itu terbagi lagi dalam lapisan-lapisan khusus. Biasanya orang-orang mengetahui dari gelar seseorang, ke dalam kasta mana dia tergolong. Gelar-gelar tersebut diwariskan menurut garis keturunan laki-laki yang sepihak patrilineal seperti Ida Bagus, Tjokorda, Dewa, Ngahan, Bagus, I Gusti, Gusti. Gelar pertama adalah gelar orang Brahmana. Gelar kedua sampai dengan keempat bagiorang-orang satria, sedangkan yang kelima dan keenam berlaku bagi orang-orang Vaicya. Orang0orang Sudra juga memakai gelar-gelar sepeti Pande, Kbon, Pasek dan selanjutnya. Dahulu kala gelar tersebut berhubungan erat dengan pekerjaan orang-orang yang bersangkutan. Walaupun gelar tersebut tidak memisahkan golongan-golongan secara ketat, tetapi sangat penting bagi sopan santun pergaulan. Di samping itu, hukum adat juga menetapkan hak-hak bagi si pemakai gelar, misalnya, dalam memakai tanda-tanda, perhiasan-perhiasan, pakaian-pakaian tertentu, dan lain-lain. Kehidupan kasta di Bali umumnya terlihat jelas dalam hubungan perkawinan. Seorang gadis suatu kasta tertentu umumnya dilarang bersuamikan seseorang dari kasta lebih rendah.[9]
bahkan dikatakan seorang yang miskin cenderung semakin menjadi-jadi kemiskinannya.
D.     Unsur stratifikasi sosial
Dalam stratifikasi sosial terdapat dua pokok, yaitu status (kependudukan) dan peranan. Status dan peranan mempunyai hubungan timbale balik yang merupakan unsur  penentu bagi penempatan seseorang dalam steata tertentu dalam masyarakat. Kedudukan dapan memberikan pengaruh, kehormatan, kewibawaan, pada seseorang;[10] sedangkan peranan merupakan sikap tindak seseorang yang menyandang dalam status sosial dalam kehidupan masyarakat.
1.      Status sosial
Menurut Mayor Polak (1979), status dimaksudkan sebagai kedudukan sosial seorang oknum dalam kelompok serta dalam masyarakat. Status mempunyai dua aspek, pertama; aspek yang agak stabil, dan kedua aspeknya yang lebih dinamis. Polak mengatakan bahwa status mempunyai status aspek struktural dab aspek fungsional. Pada aspek uang pertama sifatnya hirarkis, artinya mengandung perbandingan tinggi atau rendahnya secara relatif terhadap status-status lain. Sedangkan aspek yang kedua dimaksudkan sebagai peranan sosial yang berkaitan dengan status tertentu, yang dimiliki seseorang.
2.      Peranan sosial
Peranan sosial adalah suatu perbuatan seseorang dengan cara tertentu dalam usaha menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya. Seseorang yang dikatakan berperan jika ia telah melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan status sosialnya dalam masyarakat. Jika seseorang mempunyai status tertentu maka dalam kehidupan masyarakat, maka selanjutnya da kecenderungan akan timbul suatu harapan-harapan baru. Dari harapan-harapan ini seseorang akan bersikap dan bertindak atau berusaha untuk mencapai dengan cara dan kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu peranan dapat juga dapat didefinisikan sebagai kumpulan harapan yang terancang seseorang yang mempunyai status tertentu dalam masyarakat. Dengan singkat peranan dapat dikatakan sebagai sikap dan tindakan seseorang yang sesuai dengan statusnya dalam masyarakat. Atas dasar definisi tersebut maka peranan dalam kehidupan masyarakat adalah sebagai aspek dinamis dari status.
Ciri pokok yang berhubungan dengan istilah peranan sosial adalah terletak pada adanya hubungan-hubungan sosial seseorang dalam masyarakat yang menyangkut dinamika dari cara-cara bertindak dengan berbagai norma yang berlaku dalam masyarakat, sebagaimana pengeakuan terhadap status sosialnya. Sedangkan fasilita-fasilita utama seseorang yang akan menjalankan peranannya adalah lembaga-lembaga sosial yang ada dalam masyarakat. Biasanya lembaga masyarakat menyediakan peluang untuk pelaksanaan suatu peranan.[11]
Peranan seseoprang lebih banyak menunjukan suatu proses dari fungsi dan kemampuan mengadaptasi diri dalam lingkungan sosialnya.
Dalam pembahasan tentang aneka macam peranan melekat pada individu-individu dalam masyarakat, Soerjono mengutip pendapat Marion J. Levy Jr., bahwa ada beberapa pertimbangan sehubungan dengan fungsinya, yaitu sebagai berikut:
a.       Bahwa peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat hendak dipertahankan kelangsungannya.
b.      Peranannya tersebut seyogianya diletakan pada individu yang oleh masyarakat dianggap mampu untuk melaksanakannya. Mereka harus telah terlebih dahulu terlatih dsan mempunyai pendorong untuk melaksanakannya.
c.       Dalam masyarakat kadang-kadang di jumpai individu-individu yang tak mampu melaksanakan peranaannya sebagai mana diharapkan oleh masyarakat, oleh karena mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan yang terlalu banyak dari kepentingan-kepentingan pribadinya.
d.      Apabila semua orangm sanggup dan mampu melaksanakan peranannya, belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang seimbang. Bahkan sering kali terlihat betapa masyarakat terpaksa membatasi peluang-peluang tersebut. 
Soerjono Soekanto membedakan status dengan status sosial; status diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan orang-orang lain dalam kelompok tersebut atau tempat suatu kelompok berhubungan dengan kelompok-kelompok lainnya di dalam kelompok yang lebih besar lagi. Sedangkan status sosial diartikan sebagai tempat seseorang seraca umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulan prestisenya, dan hak sertya kewajiban-kewajibab. Kedudukan sosial tidak terbatas pada pengertian kumpulanstatus-status sosial tersebut mempengaruhi status-status orang tadi dalam kelompok-kelompok sosial yang berbeda.[12]
E.     Sistem Stratifikasi Sosial
Sistem stratifikasi sosial dalam masyarakat ada yang bersifat terbuka dan ada yang bersifat tertutup. Stratifikasi sosial yang terbuka ada kemungkinan anggota masyarakat dapat berpindah dari status satu kestatus lainnya berdasarkan usaha-usaha tertentu. Misalnya seorang yang bekerja sebagai petani mempunyai kemungkinan dapat menjadi tokoh agama jika ia mampu meningkatkan nilai kesalahnya dalam menjalankan agamanya. Seorang anak buruh tani dapat mengubah statusnya menjadi seorang dokteratau menjadi presiden sekalipun, apabila ia rajin belajar, berpolitik dan bercita-cinta untuk itu. Sebaliknya seorang anak presiden belum tentu dapat mencapai status presiden.
Dengan demikian berarti dalam sistem stratifikasi terbuka, setiap anggota masyarakat berhak dan mempunyai kesempatan untuk berusahan dengan kemampuan sendiri untuk naik status, atau mungkin juga justru stabil atau turun status sesuai dengan kualitas dan kuantitas usahanya sendiri. Dalam sistem statifikasi ini biasanya terdapat motifasi yang kuat pada setiap anggota masyarakat untuk berusaha memperbaiki status dan kesejahteraan hidupnya. Sistem staratifikasi sosial terbuka lebih dinamis dan anggota-anggotanya cenderung mempunyai ciota-cita yang tinggi. Keselamatan dari sistem stratifikasi sosial ini biasanya anggota-anggotanya selalu mengalami kehidupan yang tegang dan was-was, lantaran di dalam memperjuangkan cita-cita itu selalu bersaing dan berebut kesempatan untuk naik status yang jumlahnya relative terbatas sebagai akibatnya banyak anggota masyarakat yang mengalami guncangan konflik antar sesamanya.
Pada sistem stratifikasi sosial yang tertutup terdapat pembatasan kemungkinan untuk pindah ke satu status ke status lainnya dalam masyarakat. Dalam sistem ini satu satunya kemungkinan untuk dapat masuk ke dalam status tinggi dan dalam kehormatan masyarakat adalah kelahiran atau keturunan. Hal ini jelas dapat di ketahui dari kehidupan masyarakat yang mengagungkan kasta seperti di india misalnya dalam kehiudupan masyarakat yang masih menganut paham feodalisme, atau dapat pula terjadi pada suatu masyarakat dimana statusnya di tentukan atas dasar ukuran perbedaan ras dan suku bangsa.[13] Stratifikasi sosial tertutup lebih bersifat statis, lebih-lebih bagi mereka yang termasuk golongan bawah, jarang ada yang memiliki cita-cita yang tinggi. Dalam sistem ini status para anggota masyarakat bersifat permanen dalam tingkat sosial, disamping hubungannya dengan anggota masyarakat yang dibatasi oleh status yang dimilikinya. Sistem stratifikasi tertutup sering disebut sebagai sistem yang kaku dan ekstrim, oleh karena seorang yang dilahirkan sebagai penyimpangan adat (lampung), ia tidak dapat ingkar dan meninggalkannya; kemampuan pribadi tidak diperhitungkan dalam menentukan tinggi rendahnya status.
Dengan demikian dapat diketahui beberapa ciri dari sistem stratifikasi tertutup, yaitu sebagai berikut:
1.      Status di tentukan atas dasar keturunan.
2.      Status yang diperoleh atas keturunman itu tidak dapat diubah dan berlaku seumure hidup; kecuali karena pelanggaran adat tertentu sehingga seseorang pewaris status dikeluarkan dari golongan adat.
3.      Hubungan atara sesamanya di tentukan atas dasar kesamaan status dengan mengikuti pola perilaku dan tata-krama adat yang berlaku.
4.      Harga diri merupakan pandangan hidup.
F.      Mobilatas Sosial
Mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur sosial mencakup sifat-sifat hubungan antar individu dalam kelompok dan hubungan antar individu dengan kelompoknya.
Tipe-tipe gerak sosial yang diprinsipil ada dua macam, yaitu gerak sosial yang horizontal dan vertikal. Gerak sosial horizontal merupakan peralihan individu atau objek-objek sosial lainnya dari suatu kelompok.sosial ke kelompok sosial lainnya. Contohnya adalah seseorang yang beralih kewarganegaraan beralih pekerjaan yang sederajat atau mungkin juga peralihan., atau gerak objek-objek sosial seperti misalnya radio, mode pakaian, ideology dan lain sebagainya. Dengan adanya gerak sosial yang horizontal, tidak terjadi perubahan dalam derajat dalam kedudukan seseorang ataupun suatu objek sosial.[14]
Gerak sosial vertikal merupakan sebagai perpindahan individu atau objek sosial dari suatu kedudukan sosial kedudukan yang lainnya, yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya, maka terdapat dua jenis gerak sosial yang vertikal, yaitu yang naik dan yang turun. Gerak sosial vertikal  yang naik mempunyai dua bentuk utama, yaitu:
a.       Masuknya individu-individu yang mempunyai kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi, dimana kedudukan tersebut telah ada.
b.      Pembentukan suatu kelompok baru, yang kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi dari kedudukan individu-individupembentuk kelompok tersebut.
Gerak sosial vertikal yang menurut mempunyai dua bentuk utama, yaitu:
a.       Turunnya kedudukan individu kedudukan yang lebih rendah derajatnya.
b.      Turunya derajat kelompok individu yang dapat berupa disintegrasi kelompok sebagai kesatuan.
Kedua bentuk tersebut di atas dapat diibaratkan sebagai seorang penumpang kapal laut yang jatuh kelaut, atau sebagai kapal yang tenggelam bersama seluruh penumpangnya atau apabilakapal itu pecah.[15]











Daftar Pustaka
Burhan, Bungin. ( 2008 ). Sosiologi Komunikasi Teori Paradigma dan Diskursus Teknologi

Komunikasi di Masyarakat, Jakarta: Pradana Media Grup.

Nasrullah, Adon Jamaludin. ( 2015 ). Sosiologi Pedesaan, Bandung: Pustaka Setia.

Rahman, Taufiq.(2011 ). Glosari Teori Sosial, Bandung: Ibnu Sina Press.

Ritzer, George. ( 2012). Teori Sosiologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Soekanto,Soerjono. ( 2013 ). Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Pers.







[1] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 198
[2]Taufiq Rahman, Glosari Teori Sosial, (Bandung: Ibnu Sina Press, 2011), hlm. 118-119
[3]Adon Nasrullah Jamaludin, Sosiologi Pedesaan, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), hlm. 65
[4]Ibid. Hlm. 67
[5]George Ritzer, Teori Sosiologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 403
[6]Ibid. Hlm. 460
[7]Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm. 197
[8]Ibid. Hlm. 199
[9]Ibid. Hlm. 212
[10]Bungin Burhan, Sosiologi Komunikasi Teori Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Pradana Media Grup, 2008) Hlm.91-94
[11]Ibid Hlm.94
[12]Ibid Hlm.95
[13]Ibid Hlm.87-88
[14]Soekanto Soejono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013).hlm 219-220

[15]Ibid .Hlm 219-220

Tidak ada komentar: